Suatu hari pada bulan Januari di tepian pantai. Camar-camar menggodaku. Satu di antaranya menghampiriku. Ia kepakkan sayapnya, dengan cepat ia membalikkan badannya untuk kemudian pergi menjauh menyongsong ombak. Kebebasan menjadi begitu nyata dan merdeka.
Kulangkahkan kakiku di antara balok-balok dermaga. Menyusuri sisi senja ditemani riak-riak ombak, ibarat meniti sebuah jalan kehidupan lengkap dengan pasang-surut gelombang masalahnya.
Dalam balutan mega-mega, cahaya mentari menyeruak menembus gugusan awan. Sinarnya berpendar, kuning, jingga dan ungu bertabrakan di atas punggung-punggung air. Layaknya anak-anak bermain, bias-bias cahaya itu tampak lari kejar-mengejar menuju batas cakrawala. Tempat di mana dekapan kasih sang bunda samudra telah menanti.
Sekeruh apapun air yang datang dari muara-muara sungai, sang bunda tetap menerimanya. Ia pagut-pagut anak-anaknya yang baru saja pulang setelah sekian lama menghilang.
Kerinduan akan kasih itulah yang mengantarkan aku pada sebuah senja di tepian pantai.
Awal Januari,
Pantai Karang Bolong
Kulangkahkan kakiku di antara balok-balok dermaga. Menyusuri sisi senja ditemani riak-riak ombak, ibarat meniti sebuah jalan kehidupan lengkap dengan pasang-surut gelombang masalahnya.
Dalam balutan mega-mega, cahaya mentari menyeruak menembus gugusan awan. Sinarnya berpendar, kuning, jingga dan ungu bertabrakan di atas punggung-punggung air. Layaknya anak-anak bermain, bias-bias cahaya itu tampak lari kejar-mengejar menuju batas cakrawala. Tempat di mana dekapan kasih sang bunda samudra telah menanti.
Sekeruh apapun air yang datang dari muara-muara sungai, sang bunda tetap menerimanya. Ia pagut-pagut anak-anaknya yang baru saja pulang setelah sekian lama menghilang.
Kerinduan akan kasih itulah yang mengantarkan aku pada sebuah senja di tepian pantai.
Awal Januari,
Pantai Karang Bolong
No comments:
Post a Comment