Pages

Wednesday, February 28, 2007

Untuk Pacarku


Tulisan ini kubuat untuk pacarku. Dia yang mungkin saat ini sedang belajar. Atau mungkin sedang dalam perjalanan pulang dari kampusnya. Mungkin juga sedang memimpin sebuah rapat....

Untaian kalimat sederhana untuk sebuah perjuangan mempertahankan cinta. Ketika aktivitas begitu tingginya, membuka hati untuk merasakan sayup-sayup asmara ternyata tidaklah mudah. Hati kadang tertutup pikir. Dan tulisan ini adalah ungkapan kata hati yang coba kuhidupkan dengan bahasa pikir.... Aku tidak yakin, kata-kata mampu merangkai gejolak pemberontakan hati.

Terkadang, yang keluar dari kata-kata adalah sesuatu yang baik... yang dipaksa sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Terkadang, dalam menulispun sering terjadi penyangkalan terhadap kata hati. Di sana, hati itu menjadi terjajah.

Aku ingin menjadi manusia merdeka. Hatiku kubiarkan mengembara di padang-padang gurun, di rimba raya, di tengah-tengah pasar, di dalam gereja, di kantor, dan di dalam hatiku sendiri. Kubiarkan hatiku merasakan apapun yang bisa ia rasa. Seperti aku membiarkan otakku berpikir sesuai dengan keinginannya. Tubuhku adalah rumah terindah bagi semua anggotanya. Tidak ada penjajahan di sana. Kuhalangi siapa saja yang ingin mengganggu kebebasan mereka.
Bebas bukan berarti tidak bertanggungjawab. Kebebasan hatiku, akan kupertanggungjawabkan sepenuhnya. Sama seperti aku haru bertaggungjawab ketika tanganku mencuri, kakiku menghalangi langkah kaki orang lain, dan sebagainya....

Pacarku, ketahuilah... pacaran adalah ruang di mana hati diberi tempat untuk berekspresi. Cinta bentuknya. Kasih sayang rasanya. Bicara pacaran, cinta dan kasih sayang hati mempunyai otoritas yang tinggi di sana. Tanpa hati, mustahil dapat merasakan kehadiran cinta. Bicara cinta, adalah bicara soal hati. Bukalah hatimu sayang....

Aku juga sering kali memikirkan seorang yang lain menjadi pasangan hidupku kelak. Kadang-kadang yang terpikir bukan kamu. Dan jelas bukan kamu... Tapi itu bahasa pikirku. Bahasa pikirku, sudah mengenal ilmu pengetahuan, teknologi dan standar-standar dunia. Aku sering terjebak oleh semuanya... Ketika logika berbicara, sepintas aku terperangah olehnya. Kagum akan analisisnya. Aku menghamba hasilnya. Tak jarang, aku kecewa olehnya...

Sekali lagi aku ingin menjadi merdeka. Begitupun hatiku. Ketika aku membuka hati, di sana ada kamu. Di sana ada senyumanmu. Di sana ada kehangatanmu. Aku harus mengakui itu. Karena aku akan berjujur pada hatiku sendiri.

Paulo Coelho dalam bukunya "The Zahir" juga berbagi kisah seorang lelaki yang sehari-hari mendamba istrinya yang menghilang. Lelaki itu sudah mendaptkan semua kemewahan dunia. Namun, ia bagai dimabukasmara oleh istrinya. Setiap ia buka hatinya, di sana istrinya ada. Begitu pula aku di sini saat ini.