Pages

Wednesday, April 7, 2010

Go To Hell With Your Aid

Go to hell with your aid adalah pernyataan Soekarno dalam konteks penolakan bantuan asing (baca: Amerika Serikat) yang memiliki tujuan politik tertentu yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia dalam pelaksanaan garis politik ekonomi berdikari (beridi di atas kaki sendiri).  Pernyataan itu, dikutip kembali oleh Menteri Perhubungan Freddy Numberi ketika memberikan keynote speech dalam Simposium dan Lokakarya Papua di Gedung AJB FISIP UI, Depok, Rabu (7/4).

Freddy membenarkan pernyataan Soekarno ketika mengamati 'pembangunan' di Papua, khususnya melihat kasus Freeport setelah konsesi selama 30 tahun (dari tahun 1967-1997, red). Dia menceritakan pernah diundang dalam sebuah rapat pada zaman pemerintahannya Habibie untuk membahas persoalan ini dan dia meminta pemerintah menutup Freeport. Karena, meski beroperasi di Papua, Freeport tidak memberikan kesempatan bagi orang Papua untuk bekerja di sana. "Yang bekerja di sana kalau tidak orang Australia, Amerika, dan Kanada!" katanya. Dalam kesempatan itu, Freedy mengaku walk out karena baginya hal ini bukan sekadar persoalan pembangunan ekonomi, melainkan persoalan human touch.

Freddy menegaskan ada persoalan serius di bangsa ini yang harus segera dibenahi, khusus menyangkut persoalan integrasi sosial. "Sebagai warga negara Indonesia, menjadi kabur ketika menjadi Indonesia hanya sebuah nama tanpa makna." Dengan kata lain, kata Freddy selama ini Papua tidak menjadi apa-apa.  


Cara berpikir yang mengedepankan parqadigma agama dan etnis, menurut Freddy adalah hal yang membuat rusak bangsa ini. Sikap-sikap yang memandang warga Papua sebagai kelas dua, dicurigai keberadaannya, tidak layak menduduki posisi-posisi strategis seperti menjadi Kapolda, Pangdam dan sebagainya dikarenakan melulu karena mereka berasal dari Papua dan beragama Kristen adalah contoh yang dipaparkan Freddy. "Padahal para pendiri negara ini tidak pernah berpikir dalam paradigma itu. Asal kamu merah-putih, titik!" kenangnya.  Affirmative Actions adalah resep yang ditawarkan Freddy khusus bagi orang Papua di Indonesia.

Korupsi
Sementara, Gubernur Papua Barnabas Suebu melihat rendahnya kualitas human development index Papua dikarenakan tiadanya good governance dan menjamurnya korupsi di kalangan para birokrat Papua selama ini. Barnabas mengaku selama dia menjabat, dia telah melakukan reformasi birokrasi dan anggaran. Dari tadinya anggaran untuk aparatur sekitar 70 persen dari APBD Papua, dipotong menjadi 27 persen. Untuk pembangunan infrastruktur ditingkatkan angkanya dari 20 menjadi 27 persen. Sementara untuk subsidi ke kampung-kampung, Barnabas meningkatkan jumlahnya dari 10 persen menjadi 45 persen.

Barnabas juga mengaku sedang melaksanakan program food security guna menjamin kualitas generasi Papua ke depan. Hal ini di dasari oleh sebuah temuan hasil penelitian tingkat keterdidikan yang dilakukan oleh Conny R. Semiawan. Di mana, 77 persen anak usia dini (sampai usia 8 tahun) di Papua diprediksi tidak mampu mengikuti pendidikan formal sesuai kurikulum nasional. Conny yang juga hadir di situ menceritakan bagaimana saat Ujian Nasional (UN) dilaksanakan di Papua. "Seluruh pihak di sekolah, guru, siswa melakukan apa saja untuk lulus UN. Dan semua itu dilakukan atas nama peningkatan kualitas mutu pendidikan!" katanya miris. *** (awi)

No comments: